Rabu, 16 Maret 2011

model cooperatif learning

Lie (2000:16), mengatakan cooperatif learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang tersruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperatif learning hanya bejalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.
Slavin (1995:17-18), mengatakan cooperatif learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Ada banyak alasan mengapa cooperatif learning tersbut mampu memasuki kelaziman praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pendekatan ini baik dikelas yang berkemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini. Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasa pemahamannya.
Bennet (1995:41-43), mengatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperatif learning dengan kerja kelompok, yaitu :
1. Positive Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkingkan setiap siswa merass adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.
2. Interaction Face to Face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehinnga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan dalam cooperatif learning adalah menjadikannya setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya.
4. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam cooperatif learning adalah siswa belajar keterampilan bekerja sama dan berhubungan ini adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat. Para siswa mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang telah dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar